Tampilkan postingan dengan label Astronomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Astronomi. Tampilkan semua postingan

Hujan Meteor di Langit Pagi

JAKARTA, KAMIS - Bagi para pengamat langit, hujan meteor Gemini yang disertai penampilan bulan yang hampir purnama dianggap sebagai pertunjukkan meteor terindah sepanjang tahun. Namun bila kita jeli, pertunjukkan meteor yang tak kalah menarik akan segera tiba, meski Bulan tidak akan ikut tampil.

Bila Anda tertarik ingin menyaksikannya, catatlah tanggal ini, 3 Januari 2009, Sabtu dini hari. Tanggal itulah puncak hujan meteor Quadrantid - yang sulit diprediksi kedatangannya - akan terjadi. Bila pada saat itu langit cerah, maka penonton akan disuguhi satu atau dua hujan meteor setiap menit, satu atau dua jam sebelum fajar.

Quadrantid merupakan salah satu hujan meteor tahunan paling deras meski berlangsung singkat saja. Adolphe Quetelet dari Observatorium Brussel menemukan hujan meteor itu tahun 1830an, diikuti laporan-laporan astronom lain dari Eropa dan Amerika.

Hujan meteor itu kemudian dinamai berdasar gugusan bintang kuno Quadrans Muralis alias Dinding Quadrant, yang dilukiskan di atlas perbintangan abad 19 berada di antara ujung gugusan bintang Big Dipper (Ursa Major atau Beruang besar) dan kepala gugusan bintang Draco (Naga).

Meski bila terlihat, Quadrantid akan menjadi pertunjukkan elok, namun sayang hujan cahaya ini jarang terlihat karena pengaruh berbagai faktor. Puncak hujannya sendiri hanya berlangsung selama delapan jam (bandingkan dengan puncak hujan meteor Perseid di bulan Agustus yang berlangsung dua hari). Ini menunjukkan bahwa aliran partikel yang menghasilkan hujan meteor ini tak terlalu besar, mungkin hanya komet kecil saja.

Adapun sumber partikel Quadrantid telah lama menjadi teka-teki. Sampai kemudian Dr. Peter Jenniskens, seorang astronom di SETI Institute di Mountain View, California menemukan bahwa orbit 2003 EH1 - asteroid kecil yang ditemukan Maret 2003 - berada pada jalur hujan meteor. Ia yakin bahwa batu sepanjang 2 km itu merupakan sumber partikel Quadrantid, yang membara saat memasuki atmosfer Bumi. Beberapa orang menduga asteroid ini merupakan inti komet C/1490 Y1 yang hilang.

Karena waktu pertunjukkannya singkat dan tak menentu, tak heran bila hujan meteor Quadrantid tidak sepopuler hujan meteor tahunan lainnya. Meski demikian tak ada salahnya bila kita mencoba menengok langit Sabtu dini hari mendatang. Bila beruntung, nyala-nyala api dengan ekor panjang keperakan akan mempertunjukkan tariannya di langit yang cerah. Wow...

Mari Mengungsi ke Mars

Konferensi PBB Mengenai Perubahan Iklim di Poznan, Polandia, berakhir sepekan lalu. Tidak ada perubahan komitmen pengurangan emisi karbon. Pemanasan bumi akibat emisi karbon diprediksi menyebabkan Bumi tak mampu lagi menyangga kehidupan pada akhir abad ini.

Ke mana kita akan mengungsikan kehidupan (terutama manusia) ini? Pencarian ini antara lain yang kemudian menjadi obyek ketika penjelajahan ruang angkasa menjadi semakin ”menjanjikan” sejak pendaratan Neil Armstrong 10 Juli 1967 di permukaan Bulan.

Penjelajahan terus berlanjut bukan hanya ke Bulan, tetapi merambah planet-planet lain dalam galaksi Bimasakti.

Program observasi National Aeronautics and Space Administration (Badan Aeronautika dan Ruang Angkasa Nasional/NASA) Amerika Serikat Mars Reconnaissance Orbiter (MRO) telah berakhir dan hasilnya dipaparkan dalam jurnal ilmiah Science, Jumat (19/12).

Hasil dari misi penjelajahan MRO yang pertama tersebut telah berhasil menemukan bukti- bukti akan adanya mineral-mineral yang penting untuk mendukung kehidupan. Bukan hanya mineral, bahkan jejak-jejak yang membuktikan adanya air di permukaan Mars juga terekam di beberapa lokasi.

Penemuan akan bukti-bukti tersebut mengindikasikan bahwa pernah ada mikroba—sebagai bentuk awal kehidupan—hidup di Mars ketika planet tersebut kondisinya lebih basah (baca: mengandung air) dibandingkan saat ini. Penelitian lebih lanjut akan dilakukan MRO tahap kedua yang akan berlangsung selama dua tahun.

Penemuan yang cukup melegakan ini karena ternyata Mars tidaklah ”seganas” yang pernah dipikirkan semula.

Bukti akan adanya air di Mars diketahui saat ditemukan adanya parit-parit yang terbentuk oleh aliran air, kemungkinan berasal dari danau purba.

Bukti akan adanya air juga muncul ketika ada ditemukan jenis-jenis mineral yang hanya bisa terbentuk jika terjadi interaksi dengan unsur air.

Persoalan yang masih ada dan masih harus terus dicari dan dibuktikan adalah seberapa banyak air yang pernah ada di Mars tersebut, dan seberapa besar dukungannya terhadap kehidupan mikroba atau kehidupan yang primitif (metabolismenya sederhana)? Jawabannya mungkin belum akan ditemukan dalam waktu dekat.

Di sisi lain, bukti-bukti tersebut mengisyaratkan bahwa di Mars pernah ada periode ketika air membentuk tanah liat yang disusul periode kering saat Mars kaya akan unsur garam dan unsur airnya bersifat asam. Kondisi ini amat tidak cocok untuk mendukung kehidupan.

Persoalannya, kondisi di Mars tidaklah serupa antara satu wilayah dan wilayah lainnya. Oleh karena masih ditemukan sejumlah unsur karbon yang mengindikasikan wilayah itu tidak bersifat asam-unsur asamnya rendah. Karbon amat mudah terurai jika bertemu unsur asam. Unsur karbon juga ditemukan pada batuan meteorit yang berasal dari Mars.

”Kehidupan yang primitif mungkin menyukainya. Tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, dan tidak terlalu asam. Sebuah tempat yang ’tepat’,” ujar Bethany Ehlmann sarjana dari Brown University di Providence.

Unsur karbon yang telah memberikan harapan tersebut ditemukan MRO di daerah yang disebut Nili Fossae, sekitar 667 kilometer panjang dan berada di tepian Isidis-kolam yang telah kering, dan di dekat batuan yang terekspos di tepi lembah kawah. Jejak serupa ditemukan di Terra Tyrrhena dan Libya Montes.

Sejumlah peneliti memiliki teori yang berbeda-beda tentang terbentuknya karbon. Misalnya, ada yang menyebutkan air tanah (Mars) terangkat ke permukaan melewati batuan yang mengandung olivin di permukaan dan terpapar pada hujan atau danau kecil. Teori tersebut mempertebal keyakinan bahwa di Planet Merah itu pernah ada air di permukaannya.

Berkeliling

Perjalanan MRO berkeliling planet telah membawanya menemukan bukti-bukti bahwa sebagian besar wilayah dataran tinggi di bagian selatan planet yang luas itu dialiri air dengan kondisi lingkungan yang bervariasi pada 4,6 miliar-3,8 miliar tahun yang lalu.

Bukti-bukti itu ditunjukkan dengan penemuan batuan filosilikat yang tersebar meluas di belahan selatan planet. Batuan filosilikat ini mengandung unsur besi, magnesium atau aluminium, mica, dan kaolin.

”Dalam filosilikat, atom-atomnya tertata secara berlapis dan semua memiliki unsur air atau kandungan hidrogen dan oksigen yang membentuk suatu struktur kristal,” tutur anggota tim MRO, Scott Murchie, dari John Hopkins University.

Lapisan batuan yang mengandung kristal air tersebut berada di lapisan batuan vulkanik yang belum terlalu tua. Di bagian kawah, misalnya di Valles Marineris, di belahan selatan planet, terpapar lapisan lempung purba dan berbagai mineral lain.

”Ini seperti sebuah perjalanan ke lapisan batuan di dasar Grand Canyon,” ujar Murchie merujuk pada salah satu fenomena geologis yang terbesar.

Variasi tanah lempung dan berbagai mineral yang ditemukan di Mars tersebut mengindikasikan adanya variasi kondisi lingkungan di Mars.

Di belahan utara Mars ditemukan batuan dengan kandungan berbeda, yaitu sulfat yang mengindikasikan lingkungan yang lebih kurang mendukung kehidupan dibandingkan selatan.

Nah, mungkin suatu hari nanti kita bisa mengungsi ke belahan selatan Mars? Atau... maukah kita menyelamatkan kapal kehidupan kita yang bernama Bumi...?

Bintang Paling Redup Bersembunyi di Kegelapan Langit

Pontianak, SELASA - Jauh di kegelapan langit di antara kilau cahaya bintang terdapat objek ruang angkasa yang tersembunyi. Itulah bintang kerdil cokelat (brown dwarf) atau bintang gagal yang cahayanya begitu redup dan ringan untuk disebut bintang namun terlalu besar dan panas dikatakan planet.

Bisa dibayangkan, dua objek terakhir yang ditemukan memancarkan cahaya dengan kekuatan hanya sepersejuta kali cahaya Matahari. Kedua objek yang diketahui merupakan kembar itu tercatat sebagai bintang kerdil paling redup sejauh ini.

Dua bintang kembar yang diberi nama 2MASS J09393548-2448279 atau pendeknya 2M 0939 itu ditemukan dalam Two Micron All-Sky Survey yang dilakukan NASA di kontelasi Antlia. Saat mendeteksi pertama kali tahun 1999, objek yang berada 17 tahun cahaya dari Bumi dikira objek tunggal namun setelah diamati lebih intensif menggunakan teleskop ruang angkasa Spitzer diketahui kembar. Ukurannya masing-masing antara 30-40 kali Planet Jupiter dan suhu permukaannya antara 240-360 derajat Celcius atau beberapa ratus lebih panas dari Planet Jupiter.

"Kedua objek untuk pertama kalinya memecahkan rekor lebih rendah dari sepersejuta kali cahaya yang dipancarkan Matahari," ujar Adam Burgasser dari Institut Teknologi Massachusetts (MIT) yang melaporkannya dalam Astrophysical Journal Letters.

Bintang kerdil cokelat adalah salah satu keunikan alam semesta. Meski disebut cokelat, warnanya sebenarnya terus berubah-ubah. Hanya dengan mata telanjang melalui teleskop, objek ini kelihatan kemerahan. Karena tersamar dan sulit terdeteksi, bintang kerdil cokelat baru pertama kali disadari keberadannya tahun 1995. Sesudah itu ratusan lebih telah ditemukan dan masih banyak yang diperkirakan bakal terungkap dalam pengamatan-pengamatan di masa mendatang.